PAUD

Senin, 25 Oktober 2010


More car widgets at Widgia.com

Blogger Widgets at Widgia.com

PENGANGGURAN TERDIDIK DI NEGERI INI

Beda kata pengangguran terdidik dengan penganggur terdidik. Pengangguran terdidik memberikan gambaran jati diri tiap individu sebagaimana kualitas dari lembaga pendidikan yang ada. Hal ini berimplikasi pada kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan itu sendiri. Sebenarnya, pengangguran terdidik memiliki bekal pengetahuan dan sejumlah keterampilan yang dia miliki, namun mungkin saja mereka tidak sepenuhnya mencitrakan sisi afektifnya. Banyak anak-anak muda desa yang telah dididik di perguruan tinggi tetapi sebagian besar justru menjadi lupa dengan jatidiri dan tugas mulianya untuk menerapkan ilmunya ke dunia kerja begitu juga kembali membangun desa. Sebagian mereka bahkan lebih bangga berdasi meski hanya untuk sekedar menjadi buruh korporasi dari luar negeri. Pun sebagian lagi telanjur tercerabut dari akar mereka di desa, namun tak juga mendapat tempat di pasar tenaga kerja, sehingga menambah panjang deret pengangguran terdidik di negeri ini.

Pendidikan kita tak kunjung mampu merombak pola relasi yang timpang antara desa dan kota. Desa dengan segala kekayaannya masih menjadi pemasok yang setia bagi kemakmuran masyarakat kota dengan kontraprestasi yang tidak sepantasnya. Telah begitu banyak hutan dan kebun yang ditumbuhkan, pun tak terhitung lagi jutaan ton aneka mineral dan tambang yang dikeruk dari desa, sementara mayoritas penduduk miskin masih tertinggal di desa, dan marjinalisasi terus terjadi di sana.

Minggu, 03 Oktober 2010

PROGRAM AKSARA KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI MENU PENDIDIKAN KEAKSARAAN

Seperti apa yang telah digembar-gemborkan saat ini mengenai pendidikan kewirausahaan, isu utama dalam pembangunan nasional tampaknya terletak pada pengembangan kewirausahaan sebagai peningkatan pembangunan ekonomi. Wacana tersebut menjadi pertimbangan dalam menapaki konsep peningkatan pengembangan pendidikan di negeri ini. Indonesia mulai menyadari akan pentingnya kewirausahaan diterapkan diberbagai aspek dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Rintisan ini menjadi amanat yang perlu diemban oleh para praktisi pendidikan luar sekolah di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional.

Sejak tahun 2008 Indonesia telah bergabung dengan program LIFE (Literacy Initiative for Empowerment) yang digulirkan oleh UNESCO bagi sembilan Negara penyandang buta aksara terbesar termasuk di dalamnya Indonesia. Sejalan dengan program LIFE, dibangunlah dalam kerangka kerja AKRAB (Aksara agar Berdaya) pada tahun 2009 sebagai upaya penuntasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup yang diharapkan nantinya dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di negeri ini.

Tidak hanya sekedar memberikan jala ataupun perahu bagi para nelayan, namun hal yang lebih penting bagi mereka adalah pemberian fasilitas seperti TPI (Tempat Pelelangan Ikan) atau target market hasil penangkapan ikan itu sendiri mau dijual kemana. Hal seperti inilah yang musti diperhatikan dalam pengelolaan pengembangan pendidikan terutama bagi pendidikan keaksaraan. Karena masyarakat tidak hanya butuh dapat membaca saja, pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka yang lebih perlu diperhatikan.

Fokus pendidikan keaksaraan ke depan tidak hanya keaksaraan dasar, tetapi memberdayakan secara ekonomi, sosial, dan budaya serta diharapkan pendidikan keaksaraan dapat bermakna bagi masyarakat dan mampu menjawab tantangan saat ini. Begitulah yang disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad saat memberikan keterangan pers terkait peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-45 2010 di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta. Tema dari peringatan itu sendiri adalah “Aksara Membangun Keadaban dan Karakter Bangsa”.

Pendidikan keaksaraan dimungkinkan tidak sebatas penerapan Budaya Literasi (BUDAL), dengan pendidikan kewirausahaan menjadi unsur utama bagi pemenuhan akan outcome dari pendidikan keaksaraan itu tadi. Bukan berarti pendidikan kewirausahaan terlepas dari keberaksaraan, namun keduanya saling bersinergi. Sehingga muatan yang ada pada segi kewirausahaan dimasukkan dalam pendidikan keaksaraan, dengan begitulah Program Aksara Kewirausahaan akan dapat tercapai. Program pendidikan keaksaraan ini nantinya diintegrasikan dengan program kecakapan hidup, disamping keaksaraan dasar.

Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Ella Yulaelawati juga menyampaikan adanya Program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Program keaksaraan diintegrasikan dengan pemberdayaan melalui seni budaya lokal dan cerita rakyat. Selain itu, pemberdayaan dilakukan dengan memperluas akses Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dengan pempublikasian koran desa, semacam jurnalisme desa yang dilatih untuk membuat korannya sendiri.

Kata merdeka dari buta aksara akan lebih bermakna dengan konsep kewirausahaan dengan berbagai bentuk keterampilan yang diintegrasikan. Tidak hanya keterampilan semata, tetapi dibelajarkan dengan diberi modal dasar dan modalnya dari bantuan itu. Dan perlu diketahui, sebagaimana visi dari Ditjen PNFI adalah terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat dan yang salah satu misinya yaitu program pendidikan keaksaraan bermutu yang mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan pada semua tingkatan (dasar, fungsional, dan lanjutan) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil, dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk dan ikut serta dalam mendukung perbaikan peningkatan IPM.

Demi tercapainya Program Rintisan Aksara Kewirausahaan ini, Kemdiknas telah menunjuk 100 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk melaksanakan program keaksaraan melalui kewirausahaan atau lebih simpel lagi dengan sebutan Aksara Kewirausahaan. Bantuan program rintisan ini sebanyak Rp 70 juta per lembaga. Nantinya bantuan ini memang selayaknya dikelola dan dipergunakan dengan sebaik dan sebenar-benarnya sesuai kebutuhan program yang diselenggarakan bagi masyarakat sesuai dengan target sasaran.